Sabtu, 07 Juni 2014

Tugas Portofolio 3





I. Manusia dan Keadilan


A. Pengertian Keadilan
Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata "adil" yang berarti: tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antarmanusia, keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih kasih; melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya.


B. Keadilan Sosial

Berbicara tentang keadilan, Anda tentu ingan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila berbunyi : “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Keadilan dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan atau ketidak adilan setiap hari.
Keadilan sosial mengandung arti memelihara hak-hak individu dan memberikan hak-haknya kepada setiap orang yang berhak menerima karena manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa berdiri sendiri dalam memenuhi segala kebutuhannya.

Berbagai Macam Keadilan :
  • Keadilan Komutatif (Iustitia Commutativa): Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya, di mana yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari seseorang. Keadilan komutatif berkenaan dengan hubungan antarorang/antarindividu. Di sini ditekankan agar prestasi sama nilainya dengan kontra prestasi.
  • Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva): Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya, di mana yang menjadi subjek hak adalah individu, sedangkan subjek kewajiban adalah masyarakat. Keadilan distributif berkenaan dengan hubungan antara individu dan masyarakat/negara. Di sini yang ditekankan bukan asas kesamaan/kesetaraan (prestasi sama dengan kontra prestasi). Melainkan, yang ditekankan adalah asas proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa, atau kebutuhan. Keadilan jenis ini berkenaan dengan benda kemasyarakatan seperti jabatan, barang, kehormatan, kebebasan, dan hak-hak.
  • Keadilan legal (Iustitia Legalis): Keadilan legal adalah keadilan berdasarkan undang-undang. Yang menjadi objek dari keadilan legal adalah tata masyarakat. Tata masyarakat itu dilindungi oleh undang-undang. Tujuan keadilan legal adalah terwujudnya kebaikan bersama (bonum commune). Keadilan legal terwujud ketika warga masyarakat melaksanakan undang-undang, dan penguasa pun setia melaksanakan undang-undang itu.
  • Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindicativa)Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang hukuman atau denda sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya. Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk turut serta dalam mewujudkan tujuan hidup bermasyarakat, yaitu kedamaian, dan kesejahteraan bersama. Apabila seseorang berusaha mewujudkannya, maka ia bersikap adil. Tetapi sebaliknya, bila orang justru mempersulit atau menghalangi terwujudnya tujuan bersama tersebut, maka ia patut menerima sanksi sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya.
  • Keadilan Kreatif (Iustitia Creativa)Keadilan kreatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang bagiannya, yaitu berupa kebebasan untuk mencipta sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya. Keadilan ini memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengungkapkan kreativitasnya di berbagai bidang kehidupan.
  • Keadilan Protektif (Iustitia Protectiva): Keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan proteksi atau perlindungan kepada pribadi-pribadi. Dalam masyarakat, keamanan dan kehidupan pribadi-pribadi warga masyarakat wajib dilindungi  dari tindak sewenang-wenang pihak lain. Menurut Montesquieu, untuk mewujudkan keadilan protektif diperlukan adanya tiga hal, yaitu: tujuan sosial yang harus diwujudkan bersama, jaminan terhadap hak asasi manusia, dan konsistensi negara dalam mewujudkan kesejahteraan umum.


C. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-erbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Barang siapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar. Orang bodoh yang ujur lebih baik daripada orang pandai yang lancung.


D. Kecurangan
Curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nurani.
Kecurangan menyebabkan manusian menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat di sekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apa pun tidak membenarkan orang yang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lebih pula mengumpulkan harta dengan cara yang curang. Hal semacam itu salam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.


E. Pemulihan nama baik Nama baik merupakan suatu pencapaian atau tujuan utama orang hidup. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya baik atau tidak tercemar nama baiknya. Lebih-lebih jika dia menjadi teladan bagi orang atau tetangga di sekitarnya adalah suatu kebangganan batin yang tidak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungan nya dengan tingkah laku atau perbuatan. Baik atau tidaknya nama kita bergantung kepada diri kita sendiri menyikapi dan menjalani kehidupan kita bersosialisai atau bermasyarakat di sekitar kita.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.


F. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.


HAL-HAL POSITIF YANG DAPAT DITERAPKAN SEHARI-HARI KARENA RINGKASAN INI:
1. Menjadikan kita manusia yang lebih beradab dengan mematuhi norma-norma
2. Mengajarkan agar kita dapat bersikap adil dan tidak membedabedakan
3. Menjadikan kita menjadi manusia yang jujur
4. Saling menghormati antara umat beragama lainnya
5. Menjauhkan diri dari rasa pilih kasih


HAL-HAL NEGATIF YANG HARUS DIJAUHI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI KARENA RINGKASAN INI :
1. Jangan melakukan perbuatan korupsi, baik dalam skala kecil maupun besar
2. Jangan pernah mengambil hak milik orang lain berperilakulah sportif dalam apapun
3. Jangan memilih-milih teman walaupun berbeda suku, ras, dan agama
4. Jangan mengambil hak orang lain yang bukan milik kita
5. Jauhkan diri dari sikap sombong


II. Manusia dan Pandangan Hidup


A. PENGERTIAN PANDANGAN HIDUP


Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati. Karena itu ia menentukan masa depan seseorang. Untuk itu perlu dijelaskan pula apa arti pandangan hidup. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.


Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sebingga basil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya.Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup.


Pandangan hidup banyak sekali macamnya dan ragamnya, akan tetapi pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :


(A) Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya


(B) Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan nonna yang terdapat pada negara tersebut.


(C) Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.


Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka pandangan hidup itu disebut ideologi. Jika organisasi itu organisasi politik, ideologinya disebut ideologi politik. Jika organisasi itu negara, ideologinya disebut ideologi negara. Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. Keempat unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan. Cita – cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau peIjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.


B. CIT A-CITA


Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, yang disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada umumnya cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin tinggi, dengan perkataan lain: cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya.


Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Disini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehinga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Misalnya seorang anak bercita-cita ingin menjadi dokter, ia belum sekolah, tidak mungkin berpikir baik, sehingga tidak punya kemampuan berusaha mencapai cita-cita. Itu baru dalam taraf angan-angan.


Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan datang sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang mencapai apa yang dicita-citakan, hal itu bergantung dari tiga faktor. Pertama, manusianya yaitu yang memiliki cita-cita; kedua, kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang dicita-citakan; dan ketiga, seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.


Faktor manusia yang mau mencapai cita-cita ditentukan oleh kualitas manusianya. Ada orang yag tidak berkemauan, sehingga apa yang dicita-citakan hanya merupakan khayalan saja. Hal demikian banyak menimpa anak-anak muda yang memang senang berkhayal, tetapi sulit mencapai apa yang dicita-citakan karena kurang mengukur dengan kemampuannya sendiri. Sebaliknya dengan anak yang dengan kemauan keras ingin mencapai apa yang di cita-citakan, cita-cita merupakan motivasi atau dorongan dalam menempuh hidup untuk mencapainya. Cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan suatu perjuangan hidup yang bila berhasil akan menjadikan dirinya puas.


Faktor kondisi yang mempengaruhi tercapainya cita-cita, pada umumnya dapat disebut yang menguntungkan dan yang menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita. Sedangkan faktor yang menghambat merupakan kondisi yang merintangi tercapainya suatu cita-cita, Misalnya sebagai bcrikut :


Amir dan Budi adalah dua anak pandai dalam satu kelas, keduanya bercita-cita menjadi sarjana. Amir anak orang yang cukup kaya, sehingga dalam mencapai cita-citanya tidak mengalami hambatan. Malahan dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi orang tuanya merupakan faktor yang menguntungkan atau memudahkan mencapai cita-cita si Amir.Sebaliknya dengan Budi yang orang tuanya ekonominya lemah, menyebabkan ia tidak mampu mencapai cita-citanya. Ekonomi orang tua Budi yang lemah merupakan hambatan bagi Budi dalam mencapai cita-citanya.


c. KEBAJIKAN


Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sarna dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik.


Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur itu terpisah bila manusia meninggal. Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya. Justru karena itu, karena mementingkan diri sendiri, seringkali manusia tidak mengenal kebajikan.


Manusia merupakan mahluk sosial: manusia hidup bermasyarakat,manusia saling membutuhkan, saling menolong,saling menghargai sesama anggota masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci, saling merugikan,dan sebagainya.


Manusia sebagai mahluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan dapat berekembang karena Tuhan. Untuk itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani juga fasilitas alam sekitarnya seperti tanah, air, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.


Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu manusia sebagai mahluk pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat,dan manusia sebagai mahluk Tuhan.


Sebagai mahluk pribadi, manusia dapat menentukan sendiri apa yang baik dan apa yangburuk.Baik buruk itu ditentukan oleh suara hati. Suara hati adalah semacam bisikan di dalam hati yang mendesak seseorang untuk menimbang dan menentukan baik buruknya suatu perbuatan,tindakan atau tingkah laku. Jadi suara hati dapat merupakan hakim untuk diri sendiri. Sebab itu, nilai suara hati amat besar dan penting dalam hidup manusia. Misalnya orang tahu, bahwa membunuh itu buruk, jahat: suara hatinya mengatakan demikian, namun manusia kadang-kadang tak mendengarkan suara hatinya.


Suara hati selalu memilih yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya. Oleh karena itu, kalau seseoraang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan suara hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Jadi berbuat atau bertindak menurut suara hati, maka tindakan atau perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya perbuatan atau tindakan berlawanan dengan suara hati kita, maka perbuatan atau tindakan itu buruk. Misalnya, suara hati kita mengatakan “tolonglah orang yang menderita itu”, dan kita berbuat menolongnya, maka kita membuat kebajikan. Sebaliknya, apabila hati kita berkata demikian,namun kita hanya seolah-olah tak mendengarkan suara hati itu, maka munafiklah kita.


Karena merupakan anggota masyarakat, maka seseorang juga terikat dengan suara masyarakat. Setiap masyarakat adalah kumpulan pribadi-pribadi, sehingga setiap suara masyarakat pada hakekatnya adalah kumpulan suara hati pribadi-pribadi dalam masyarakat itu. Sebagaimana suara hati tiap pribadi itu pasti selalu menginginkan yang baik,maka masyarakat yang terdiri atas pribadi-pribadi itu pun pasti suara hatinya juga menginginkan yang baik, maka masyarakat yang terdiri atas pribadi-pribadi pasti suara hatinya juga menginginkan yang baik untuk kehidupan masyarakatnya. Sebab itu jika benar-benar berdasarkan pada suara hati anggota-anggotanya. Suara hati masyarakat pada dasarnya adalah baik. Misalnya, warga disuatu daerah menghendaki kerja bakti dengan mengadakan pembersihan saluran air di kampung. Bila kita ikut beramai-ramai kerja bakti, berarti kita mengikuti suara hati masyarakat, kerja bakti itu. Tetapi bila kita tidak mengikutinya berarti kita tidak mau mengikuti suara hati masyarakat.


Sesuatu yang baik bagi masyarakat, berarti baik bagi kepentingan masyarakat. Tetapi dapat saja terjadi, bahwa sesuatu yang baik bagi kepentingan umum/masyarakat tidak baik bagi salah seorang atau segelintir orang didalamnya atau sebaliknya. Dengan demikian, seseorang harus tunduk kepada apa yang baik bagi masyarakat umum.


Contoh : Budi tidak setuju jalan di depan rumahnya diperlebar, karena harus memotong bagian depan rumahnya. Tetapi masyarakat kampung mengusulkan dan telah disetujui jalan itu harus diperlcbar demi keamanan. Akhimya karena desakan seluruh warga, dengan sangat terpaksa Budi menyetujuinya.


Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri. Meskipun demikian harus dinilai dan diukur menurut suara atau pendapat umum. Disini tidak berarti bahwa pendapat umum atau kepentingan umum itu di atas segala-galanya, sehingga suara hati, pendapat atau kepentingan pribadi-pribadi diperkosa begitu saja.


Sebagai mahluk Tuhan, manusia pun harus mendengarkan suara hati Tuhan. Suara Tuhan selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelakkan perbuatan yang tidak baik. Jadi,untuk mengukur perbuatan baik buruk, harus kita dengar pula suara Tuhan atau kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan berbentuk hukum Tuhan atau hukum agama.


Jadi kebajikan itu adalah perbuatan yang selaras dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebajikan berarti berkata sopan, santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang melihatnya.


Baik-buruk, kebajikan dan ketidakbijakan menimbulkan daya kreatifitas bagi seniman. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi kebajikan dan ketidakbajikan.


Namun ada pula kebajikan semua, yaitu kejahatan yang berselubung kebajikan. kebajikan semu ini sangat berbahaya, karena pelakunya orang-orang munafik, yang bermaksud meneari keuntungan diri sendiri.


Kebajikan manusia nyata dan dapat dirasakan dalarn tingkah lakunya. Karena tingkah laku bersurnber pada pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendin-sendiri, sehingga tingkah laku setiap orang berbeda-beda.


Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga hal. Pertama faktor pembawaan (heriditas) yang telah ditentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan. Pembawaan merupakan hal yang diturunkan atau dipusakai oleh orang tua. Tetapi mengapa mereka yang saudara sekandung tidak memiliki pembawaan yang sarna? Hal itu disebabkan, karena sel-sel benih yang mengandung faktor-faktor penentu (determinan) berjumlah sangat


banyak: pada saat konsepsi saling berkombinasi dengan cara bermacam-macam sehingga menghasilkan anak yang bermacam-macam juga (prinsip variasi dalam keturunan). Namun mereka yang bersaudara memperlihatkan kecondongan kearah rata-rata, yaitu sifat rata-rata yang dimiliki oleh mereka yang saudara sekandung (prinsip regresi filial). Pada masa konsepsi atau pembuahan itulah terjadi pembentukan temperamen seseorang.


Faktor kedua yang menentukan tingkah laku seseorang adalah Iingkungan (environ­ ment). Lingkungan yang membentuk seseorang merupakan alam kedua yang terjadinya setelah seorang anak lahir (masa pembentukan seseorang waktu masih dalam kandungan merupakan alam pertama ). Lingkungan membentuk jiwa seseorang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalarn lingkungan keluarga orang tua maupun anak -anak yang lebih tua merupupakan panutan seseorang, sehingga bila yang dianut sebagai teladan berbuat yang balk-balk, maka si anak yang tengah membentuk diri pribadinya akan baikjuga. Dalarn lingkungan sekolah yang menjadi panutan utama adalah guru, sementara itu ternan-ternan sekolah ikut serta memberikan andilnya. Dalam lingkungan sekolah tokoh panutan seorang anak sudah memiliki posisi yang lebih luas dibandingkan dengan dalarn keluarga. Pembentukan pri bad i dalarn sekolah terjadi pada masa anak-anak at au masa sekolah. Lingkungan ketiga adalah masyarakat, yang menjadi panutan bagi seseorang adalah tokoh masyarakat dengan masa setelah anak-anak menjadi dewasa atau duduk di perguruan tinggi. Selain tokoh-tokoh dalarn rumah tangga, sekolah dan masyarakat yang merupakan person, kepribadian seorang anak juga memperoleh pengaruh dari benda-benda atau peralatan dalarn lingkungaan tersebut yang merupakan non person. Karena itu dalarn pembentukan kepribadian pada umumnya anak-anak kota lebih trampil dibandingkan dengan anak pedesaan, namun dalam hubungan bermasyarakat lebih-lebih yang berjenjang anak-anak dari daerah pedesaan lebih unggul. Faktor ketiga yang menentukan tingkah laku seseorang adalah pen gala man yang khas yang pemah diperoleh. Baik pengalaman pahit yang sifatnya negatif, maupun pengalarnan manis yang sifatnya positif. Memberikan pada manusia suatu bekal yang selalu dipergunakan sebagai pertimbangan sebelum seseorang mengarnbil tindakan. Mungkin sekali bahwa berdasarkan hati nurani seseorang mau menolong orang dalarn kesusahan, tetapi karena pemah memperoleh pengalarnan pahit waktu mau menolong seseorang sebelumnya, maka niat baiknya itu tertahan, sehingga diurungkan untuk membantu. Belajar hidup dari pengalarnan inilah yang merupakan pembentukan budaya dalarn diri seseorang.


Dalarn prakteknya, dari ketiga faktor diatas. yaitu hereditas, lingkungan, dan pengalarnan. manakah yang paling dominan? Sulit diberikan jawaban, karena ketiga-tiganya terjalin erat sekali. Disarnping itu ketiga faktor tersebut dalam membentuk pribadi seseorang berbeda kekuatannya dengan pembentukan pada pribadi lain.


D. USAHA / PERJUANGAN


Usaha/perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia hams kerja keras untuk kelanjutan hidupnya, Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempuma. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan tekun serta memenuhi semua ketentuan akademik.


Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Para ilmuwan lebih banyak bekerja keras dengan otak/ilmunya daripada dengan jasmaninya. Sebaliknya pam buruh, petani lebih banyak menggunakan jasamani daripada otaknya. Para tukang dan pam ahli lebih banyak menggunakan kedua-duanya otak dan jasmani daripada salah satunya. Para politisi lebih banyak kerja otak daripada jasmani. Sebaliknya para prajurit lebih ban yak kerja jasmani daripada otak.


Kerja keras pada dasamya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya pemalas membuat manusia itu miskin, melarat, dan berarti menjatuhkan harkat dan martabatnya sendiri. Karma itu tidak boleh bermalas-malas, bersantai-santai dalam hidup ini. Santai dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur waktunya itu.


Dalam agama pun diperintahkan untuk kerja keras. Sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W. yang ditujukan kepada para pengikutnya:”Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya. dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati besok. Allah berfirman dalarn Al-Qur’an surat Ar-Ra’du ayat II : “sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. Dari haidst dan firman ini dapat dinyatakan bahwa manusia perlu kerja keras untuk mempenbaiki nasibnya sendiri.


Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah timbul perbedaan tingkat kernakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya. Kemampuan itu terbatas pada fisik dan keahlian/ketrampilan. Orang bekerja dengan fisik lemah memperoleh hasil sedikit, ketrampilan akan memperoleh penghasilan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai ketrampilan/keahlian. Karena itu mencari ilmu dan keahlian/ketrampilan itu suatu keharusan. Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan sastra: “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat” dalam pendidikan dikatakan sebagai “long life education”


Karena manusia itu mempunyai rasa kebersamaan dan belas kasihan (cinta kasih) antara sesama manusia. maka ketidakmampuan atau kemampuan terbatas yang menimbulkan perbedaan tingkat kemakmuran itu dapat diatasi bersama-sama secara tolong menolong, bergotong-royong. Apabila sistem ini diangkat ke tingkat organisasi negara,maka negara akan mengatur usaha/peljuangan warga negaranya sedemikian rupa, sehingga perbedaan tingkat kemakmuran antara sesama warga negara dapat dihilangkan atau tidak terlalu mencolok. Keadaan ini dapat dikaji melalui pendangan hidup/ideologi yang dianut oleh suatu negara.


III. Manusia dan Tnggung Jawab


Tanggung jawab menurut kamus umum bahasa indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.


Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertang­gung jawab.Disebut demikian karena manusia, selain merupa­kan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk ‘I’uhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis.


Dalam konteks sosial manusia merupakan makhluk sosial.Ia tidak dapat hidup sendirian dengan perangkat nilai-nilai sclera sendiri. Nilai-nilai yang diperankan seseorang dalam ja­minan sosial harus dipertanggungjawabkan sehingga tidak meng­ganggu konsensus nilai yang telah disetujui bersama. Masalah tanggung jawab dalam konteks individual berkait­an dengan konteks teologis.Manusia sebagai makhluk indivi­dual artinya manusia harus bertanggung jawab terhadap diri­nya (seimbangan jasmani dan rohani) dan harus bertanggung jawab terhadap Tuhannya (sebagai penciptanya). Tanggung jawab manusia terhadap dirinya akan lebih kuat intensitasnya apabila ia mentiliki kesadaran yang mendalam. Tanggung jawab manusia terhadap dirinya juga muncul sebagai akibat keyakin­annya terhadap suatu nilai.


Demikian pula tanggung jawab manusia terhadap Tuhan­nya, manusia sadar akan keyakinan dan ajaran-Nya. Oleh karena itu manusia harus menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar manusia dijauhkan dari perbuatan keji dan munkar.


Tanggung jawab dalam konteks pergaulan manusia adalah keberanian.Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang berani menanggung resiko atas segala yang menjadi tanggung jawabnya. Ia jujur terhadap dirinya dan jujur terhadap orang lain, tidak pengecut dan mandiri. Dengan rasa tanggung jawab, orang yang bersangkutan akan berusaha melalui seluruh po­tensi dirinya. Selain itu juga orang yang bertanggung jawab adalah orang yang mau berkorban demi kepentingan orang lain.


Tanggung jawab juga berkaitan dengan kewajiban. Kewa­jiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban merupakan bandingan terhadap hak dan dapat juga tidak mengacu kepada hak. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya. Kewajiban dibagi menjadi 2 macam, yaitu :


1. Kewajiban Terbatas


Kewajiban ini tanggung jawab diberlakukan kepada setiap orang. Contohnya undang-undang larangan membunuh, mencuri yang disampingnya dapat diadakan hukuman-hukuman.


2. Kewajiban tidak Terbatas


Kewajiban ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada semua orang. Tanggung jawab terhadap kewajiban ini nilainya lebih tinggi, sebab dijalankan oleh suara hati, seperti keadilan dan kebajikan.


Orang yang bertanggung jawab dapat memperoleh kebahagiaan, karena orang tersebut dapat menunaikan kewajibannya. Kebahagiaan tersebut dapat dirasakan oleh dirinya atau orang lain. Sebaliknya, jika orang yang tidak bertanggung jawab akan menghadapi kesulitan karena ia tidak mengikuti aturan, norma, atau nilai-nilai yang berlaku. Problema utama yang dirasakan pada zaman sekarang se­hubungan dengan masalah tanggung jawab adalah berkaratnya atau rusaknya perasaan moral dan rasa hormat diri terhadap pertanggungjawaban.


Orang yang bertanggung jawab itu akan mencoba un­tuk berbuat adil. Tetapi adakalanya orang yang bertanggung jawab tidak dianggap adil karena runtuhnya nilai-nilai yang dipegangnya dan runtuhnya keimanan terhadap Tuhan. Orang yang demikian tentu akan mempertang­gung jawabkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Karena hanya Tuhan lah yang bisa memberikan hukuman atau cobaan kepada manusia agar manusia mau mempertanggung jawabkan atas segala perbuatannya.


C. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB


Manusia itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak lain. Untuk itu ia akan menghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alam. Dalam usahanya itu manusia menyadari bahwa ada kekuatan lain yang ikut menentukan yaitu kekuasaan Tuhan. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya. Atas dasar ini, dikenal jenis-jenis atau macam-macam dari tanggung jawab.


1. Tanggung Jawab manusia terhadap diri sendiri


Menurut sifatnya manusia adalah makhluk bermoral. Akan tetapi manusia juga seorang pribadi, dan sebagai makhluk pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, angan-angan untuk berbuat ataupun bertindak, sudah barang tentu apabila perbuatan dan tindakan tersebut dihadapan orang banyak, bisa jadi mengundang kekeliruan dan juga kesalahan. Untuk itulah agar maanusia itu dalam mengisi kehidupannya memperoleh makna, maka atas diri manusia perlu diberi Tanggung Jawab.


2. Tanggung Jawab kepada keluarga


Masyarakat kecil ialah keluarga. Keluarga adalah suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang-orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung Jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi Tanggung Jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.


3. Tanggung Jawab kepada masyarakat


Satu kenyataan pula, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia merupakan anggota masyarakat. Karena itu, dalam berpikir, bertingkah laku, berbicara, dan sebagainya manusia terikat oleh masyarakat. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.


Secara kodrati dari sejak lahir sampai manusia mati, memerlukan bantuan orang lain. Terlebih lagi pada zaman yang sudah semakin maju ini. Secara langsung maupun tidak langsung manusia membutuhkan hasil karya dan jasa orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Dalam kondisi inilah manusia membutuhkan dan kerjasama dengan orang lain.


Kekuatan pada manusia pada hakikatnya tidak terletak pada kemampuan fisik ataupun kemampuan jiwanya saja, namun juaga terletak pada kemampuan manusia bekerjasama dengan manusia lain. Karena dengan manusia lain, mereka dapat menciptakan kebudayaan yang dapat membedakan manusia dengan makhluk hidup lain. Yang menyadarkan manusia ada tingkat mutu, martabat dan harkat, sebagai manusia yang hidup pada zaman sekarang dan akan datang.


Dalam semua ini nampak bahwa dalam mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik, manusia mustahil dapat mutlak berdiri sendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan orang lain. Kenyataan ini menimbulkan kesadaran bahwa segala yang dicapai dan kebahagiaan yang dirasakan oleh manusia pada dasarnya berkat bantuan atau kerjasama dengan orang lain didalam masyarakat. Kesadaran demikian melahirkan kesadaran bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang terbaik bagi orang lain dan masyarakat. Boleh jadi inilah Tanggung Jawab manusia yang utama dalam hidup kaitannya dengan masyarakat.


4. Tanggung Jawab kepada Bangsa/Negara


Satu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individual adalah warga nagara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat olah norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semau sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.


5. Tanggung Jawab kepada Tuhan


Manusia ada tidak dengan sendirimya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia dapat mengembangkan diri sendiri dengan sarana-sarana pada dirinya yaitu pikiran, perasaan, seluruh anggota tubuhnya, dan alam sekitarnya.


Dalam mengembangkan dirinya manusia bertingkah laku dan berbuat. Sudah tentu dalam perbuatannya manusia membuat banyak kesalahan baik yangdisengaja maupun tidak. Sebagai hamba Tuhan, manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang saalah itu atau dengan istilah agama atas segala dosanya.


Dalam kehidupan sehari-hari manusia bersembahyang sesuai dengan perintah Tuhan. Apabila tidak bersembahyang, maka manusia itu harus mempertanggung jawabkan kelalaiannya itu diakhirat kelak.


Manusia hidup dalam perjuangan, begitu firman Tuhan. Tetapi bila manusia tidak bekerja keras untuk kelangsungan hidupnya, maka segala akibatnya harus dipikul sendiri, penderitaan akibat kelalaian adalah tanggung jawabnya. Meskipun manusia menutupi perbuatannya yang salah dengan segala jalan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya, misalnya dengan hartanya, kekuasaannya, atau kekuatannya (ancaman), namun manusia tak dapat lepas dari tanggung jawabnya kepada Tuhan.


D. PENGERTIAN PENGABDIAN DAN PENGORBANAN


Wujud dari tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan adalah suatu perbuatan yang baik untuk kepentingan manusia itu sendiri.


A. Pengabdian


Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebaga perwujudan, kesetiaan antara lain kepada raja, cinta, kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan dan semua dilakukan dengan ikhlas.


Timbulnya pengabdian itu pada hakikatnya ada rasa tanggung jawab. Apabila kita bekerja keras dari pagi sampai sore dibeberapa tempat untuk memenuhu kebutuhan rumah tangga kita, itu berarti mengabdi kepada keluarga, karena kasih sayang kita pada keluarga. Lain halnya jika keluarga kita membantu teman, karena ada kessulitan, mungkin sampai berhari-hari ikut menyelesaikannya sampai tuntas, itu bukan pengabdian, tetapi hanya bantuan saja.


Macam-macam pengabdian :


a. Pengabdian kepada keluarga


Pada hakikatnya manusia hidup berkeluarga. Hidup berkeluarga ini didasarkan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang ini mengandung pengertian pengabdian dan pengorbanan. Tidak ada kasih sayang tanpa pengabdian. Bila ada kasih sayang tidak disertai pengabdian. Berarti kasih sayang itu palsu atau semu. Pengabdian kepada keluarga ini dapat berupa pengabdian kepada istri dan anak-anak, istri kepada suami dan anak-anaknya, anak-anak kepada orang tuanya.


b. Pengabdian kepada masyarakat


Manusia dalah anggota masyarakat, ia tidak dapat hidup tanpa orang lain, karena tiap-tiap orang lain saling membutuhkan. Bila seseorang yang hidup di masyarakat tidak mau memesyarakatkan diri dan selalu mengasingkan diri, maka apabila mempunyai kesulitan yang luar biasa, ia akan ditertawakan oleh masyarakat, cepat atau lambat ia akan menyadai dan menyerah kepada masyarakat lingkungannya.


Oleh karena itu, demi masyarakat, anggota mayarakat harus mau mengabdikan diri kepada masyarakat. Ia harus mempunyai rasa tanggung jawab kepada masyarakat. Oleh karena nama baik tempat ia tinggal, membawa nama baiknya pula. Bila remaja masyarakat kampungnya terkenal dengan “remaja berandal” suka berkelahi, mengganggu orang, atau merampas hak orang lain, maka bagaimanapun juga ia akan merasa malu.


c. Pengabdian kepada Negara


Manusia pada hakikatnya adalah bagian dari suatu bangsa atau warga negara suatu negara. Karena itu seseorang wajib mencintai bangsa dan negaranya. Mencintai ini biasanya diwujudkan dalam bentuk pengabdian. Tidak ada arti cinta tanpa pengabdian.


d. Pengabdian kepada Tuhan


Manusia tidak ada sendirinya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan itu merupakan perwujudan tanggung jawabnya kapada Tuhan Yanag Maha Esa. Selain itu juga manusia harus menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.


B. Pengorbanan


Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan, sehingga pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih.


Pengorbanan dalam arti pemberian sebagai tanda kebaktian tanpa pamrih dapat dirasakan bila kita membaca tau mendengarkan ceramah di masjid. Dari kisah para tokoh atau nabi, manusia memperoleh tauladan yang baik, sebagaimana mestinya wajib berkorban bagi orang yang mampu atau orang memiliki harta yang lebih.


Wajib korban ini telah dikisah pada jaman Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah SWT untuk mengorbankan putra tunggalnya yang bernama Ismail. Walaupun Nabi Ibrahim sangat sayang pada putranya tersebut, akan tetapi perintah Allah SWT untuk mengorbankan putranya tetap dipatuhi dan dilaksanakan. Allah SWT menguji kesetiaan dan besarnya pengorbanan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim sampai hati melihat pisaunya menancap dan dipotongkan keleher putranya yaitu Ismail, tetapi ia sudah bertekad setia menjalankan perintah Allah SWT. Kemudian terbukti, bahwa putranya yang mau dikorbankan kepada Allah SWT sudah berganti biri-biri.


Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim kepada Allah SWT lebih tinggi kadarnya daripada pengorbanan Nabi Ibrahim sekarang yang ditiru oleh umat islam yang menjalankan ibadah haji di Tanah Suci maupun umat islam di wilayah lain dengan mengorbankan ternak seperti kambing dan sapi untuk keperluan fakir miskin pada hari raya Idul Qurban atau pada hari raya Idul Adha.


Perbedaan antara pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta benda, pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja diperlukan dan dilakukan.


Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan, sedangkan pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, dan waktu. Dalam pengabdian selalu dituntut pengorbanan, akan tetapi pengorbanan belum tentu menuntut pengabdian.