Minggu, 29 April 2012

Ketahanan Nasional


Latar Belakang

Sejak merdeka negara Indonesia tidak luput dari gejolak dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa. Tetapi bangsa Indonesia mampu mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya dari agresi Belanda dan mampu menegakkan wibawa pemerintahan dari gerakan separatis.

Ditinjau dari geopolitik dan geostrategi dengan posisi geografis, sumber daya alam dan jumlah serta kemampuan penduduk telah menempatkan Indonesia menjadi ajang persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh antar negara besar. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak negatif terhadap segenap aspek kehidupan sehingga dapat mempengaruhi dan membahayakan kelangsungan hidup dan eksitensi NKRI. Untuk itu bangsa Indonesia harus memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional sehingga berhasil mengatasi setiap bentuk tantangan ancaman hambatan dan gangguan dari manapun datangnya.

Pengertian Ketahanan Nasional Indonesia

Kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang berintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan ancaman hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Untuk menjamin identitas, integritas kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.

Konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang serasi dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wasantara.

Kesejahteraan = Kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran yang adil dan merata rohani dan jasmani.
Keamanan = Kemampuan bangsa Indonesia melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam.

Sifat – Sifat Ketahanan Nasional Indonesia

1. Mandiri = Percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri bertumpu pada identitas, integritas dan kepribadian. Kemandirian merupakan prasyarat menjalin kerjasama yang saling menguntungkan

2. Dinamis = Berubah tergantung pada situasi dan kondisi bangsa dan negara serta kondisi lingkungan strategis.

3. Wibawa = Pembinaan ketahanan nasional yang berhasil akan meningkatkan kemampuan bangsa dan menjadi faktor yang diperhatikan pihak lain.

4. Konsultasi dan Kerjasama = Sikap konsultatif dan kerjasama serta saling menghargai dengan mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa

Asas Ketahanan Nasional Indonesia

Asas ketahanan nasional adalah tata laku yang didasari nilai-nilai yang tersusun berlandaskan Pancasil, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut (Lemhannas, 2000: 99 – 11).

- Asas kesejahtraan dan keamanan
Asas ini merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan wajib dipenuhi bagi individu maupun masyarakat atau kelompok. Didalam kehidupan nasional berbangsa dan bernegara, unsur kesejahteraan dan keamanan ini biasanya menjadi tolak ukur bagi mantap/tidaknya ketahanan nasional.

- Asas komprehensif/menyeluruh terpadu
Artinya, ketahanan nasional mencakup seluruh aspek kehidupan. Aspek-aspek tersebut berkaitan dalam bentuk persatuan dan perpaduan secara selaras, serasi, dan seimbang.

- Asas kekeluargaan
Asas ini bersikap keadilan, kebersamaan, kesamaan, gotong royong, tenggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal hidup dengan asas kekeluargaan ini diakui adanya perbedaan, dan kenyataan real ini dikembangkan secara serasi dalam kehidupan kemitraan dan dijaga dari konflik yang bersifat merusak/destruktif.



source:blog

Kamis, 12 April 2012

Manajemen Batas Wilayah Kelautan Indonesia Bermasalah

"Orientasi pembangunan Indonesia harus diubah dengan memprioritaskan wilayah maritim"


Untuk kesekian kali hubungan Indonesia dan Malaysia kembali bergejolak. Setelah isu perbatasan, perebutan pulau hingga kebudayaan, kini pemicunya adalah masalah penangkapan petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) oleh Polisi Diraja Malaysia. Sebelumnya petugas DKP itu sedang menangkap nelayan Malaysia yang mengambil ikan di perairan Indonesia.

Sempat memunculkan protes dan aksi di beberapa tempat, masalah penangkapan petugas DKP ini diselesaikan lewat ‘barter’ dengan pelepasan nelayan Malaysia. Advokat senior Adnan Buyung Nasution menyesalkan insiden tersebut. Menurut dia, kasus ini menunjukkan diplomasi bangsa ini lemah. “Harusnya kita lebih tegar dalam melindungi batas teritorial negara kita,” kata Buyung beberapa waktu lalu.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menuturkan insiden itu terjadi karena kurang lengkapnya persenjataan petugas DKP dibanding polisi Malaysi. “Kedepan pengaturan keamanan laut harus lebih baik lagi,” Fadel berharap.

Fadel menegaskan, orientasi pembangunan Indonesia kedepan harus diubah. Jika semula terfokus pada daratan, maka saat ini harus berorientasi kelautan. “Perubahan mindset dari darat ke maritim saya sebut sebagai ‘revolusi biru’. Sedang kita siapkan dengan melibatkan sejumlah akademisi,” tuturnya dalam sebuah diskusi bertema ‘Serumpun Tapi Tak Rukun’ di Warung Daun Cikini Jakarta, Sabtu (21/8).

Direktur Nasional Maritim Institute Siswanto Rusdi di kesempatan yang sama mengatakan, perubahan orientasi dari maritim ke daratan terjadi sejak peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. “Zaman Soekarno dahulu kekuatan maritim Indonesia sangat besar.”

Lebih jauh Siswanto sependapat dengan Fadel soal penguatan pertahanan di wilayah maritim. Namun demikian, ia juga berharap di saat yang sama kemampuan diplomasi pemerintah juga ditingkatkan. “Berdiplomasi boleh, tapi pertahanan harus siap dan kuat sehingga memberikan efek gentar kepada musuh,” tegasnya.

“Satukan diplomasi maritim kita. Bila ada masalah, Deplu (Departemen/Kementerian Luar Negeri, red) harus proaktif jadi yang pertama berbicara dengan negara lain karena menyangkut wilayah negara lain,” ujarnya.

Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengamini ada persoalan serius dalam manajemen wilayah perbatasan di Indonesia. Karenanya ia berharap banyak pada Badan Koordinasi Keamanan Kelautan (Bakorkamla) sebagai wadah yang mengkoordinasikan keamanan wilayah perbatasan. “Jangan sampai melangkah masing-masing institusi,” katanya.

Selain manajemen penanganan, urai politisi PKS ini, dari sisi Undang-Undang juga banyak yang harus dibenahi. Karena selama ini pengaturan mengenai pertahanan kelautan dan batas wilayah dituangkan di banyak peraturan, baik UU maupun Peraturan-Pemerintah. Sehingga banyak aturan yang tumpang tindih satu sama lain. ”Dudukkan kembali peran masing-masing instansi, sehingga kontrol negara aktivitas lintas batas jadi lebih baik,” tukasnya.

Selain itu, urai Mahfudz, Indonesia harus mengembangkan kemampuan pengamanan wilayah laut. Kemudian Indonesia harus menuntaskan perjanjian dengan 10 negara tetangga tentang batas wilayah. Lalu, Indonesia harus mulai secara tegas meneguhkan orientasi nasionalnya ke arah maritim, karena masih banyak sumber alam yang bisa dieksplorasi. Dan terakhir, diplomasi hubungan antar negara jangan hanya andalkan diplomasi politik Kementerian Luar Negeri saja, melainkan diplomasi personal di masing-masing negara.

Mengenai diplomasi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menolak jika kemampuan diplomasi pemerintah dianggap lemah. Menurutnya, dalam kasus ditahannya tiga petugas DKP Indonesia oleh polisi Diraja Malaysia, pihak Kemenlu sudah bertindak maksimal. Bahkan, dengan dikeluarkannya nota protes ke Malaysia, tidak lama kemudian petugas DKP tersebut dibebaskan.

“Kalau dalam percaturan internasional, diplomasi adalah seni dapatkan tujuan kita dengan cara baik-baik. Mekanismenya sudah ditata kembali, kita aktifkan steering comittee, dari sisi lain bahwa masalah penyelesaian batas-batas kita dikedepankan selama 10 tahun terakhir,” tutupnya.

source: hukum online

Beberapa Kasus HAM di Indonesia

HAM merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap umat manusia sejak lahir di dunia. Semua umat manusia terlahir dengan hak yang sama. Maka dari itu, berikut merupakan beberapa Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia.

Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia :
Kasus Yang Sudah di Ajukan ke Sidang Pengadilan :

1. Peristiwa Tanjung Priok
Pelanggaran terjadi pada tahun 1984 dan memakan 74 korban. Peristiwa ini terjadi akibar serangan terhadap massa yang berunjuk rasa.

2. Penculikan Aktifis 1998
Kasus yang terjadi pada tahun 1984-1998 ini mengakibarkan 23 korban dan terjadinya peristiwa penghilangan secara paksa oleh Militer terhadap para aktifis Pro-Demokrasi

3. Kasus 27 Juli
Terjadi pada tahun 1996 dan memakan 1.678 korba. Peristiwa ini terjadi akibat Penyerbuan kantor PDI.

4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus yang terjadi pada tahun 1998 ini mengakibatkan 31 korban. Peristiwa yang terjadi akibat Penembakan aparat terhadap mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.

5. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat
Peristiwa yang terjadi tahun 1999 ini terjadi akibat Agresi Militer dan memakan 97 Korban.

6. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini memakan 63 korban dan terjadi pada tahun 2000 dan terjadi akibat penyisiran membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura.

Kasus Yang Belum di Proses Secara Hukum :

1. Pembantaian Massal 1965
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965-1970 ini memakan 1,5 jt korban. Peristiwa yang terjadi akibat korban sebagian besar adalah anggota PKI atau ormas yang berafiliasidengan PKI, sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah.

2. Kasus-kasus di Papua
Pada tahun 1966 memakan Ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi ini akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antaraperusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi penduduk lokal.

3. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan Ratusan Ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadappemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yangrawan terhadap tindak kekerasan aparat RI.

4. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989 memakan banyak Ribuan korban. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikannya GAM Hasan Di Tiro, Aceh selalumenjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekrasan yang tinggi.

5. Penembakan Misterius (Petrus)
Terjadi pada tahun 1982-19851. Memakan 678 Korban. Peristiwa ini terjadi akibat sebagian besar tokoh criminal, residivis, atau mantancriminal. Operasi ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitasinstitusi yang jelas

6. Kasus Marsinah
Terjadi pada tahun 1995 hanya memakan 1 korban jiwa saja. Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan militer dibidang perburuhan

7. Kasus dukun santet di Banyuwangi
Terjadi pada tahun 1998. Memakan Puluhan korban. Peristiwa yang terjadi karena adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dianggap dan ditusuh dukun santet

8. Kasus Bulukumba
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2003 memakan 2 tewas dan puluhan luka-luka. Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.

source: taufiknurohman's blog

Kematian Seorang Aktivis HAM


JAKARTA - Pada 7 September 2004, seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), pembela kaum buruh, pemerhati hak buruh migran Indonesia, bernama munir tewas di dalam pesawat Garuda, ketika hendak melanjutkaN pendidikannya di Belanda.

Kini sudah tujuh tahun berlalu. Kematian Munir masih misteri. Sehingga, ada anggapan pemerintah dinilai tidak tuntas dalam menyelesaikan kasus ini. Untuk mengingatkan kembali publik atas kematian Munir, Komite Solidaritas untuk Munir (Kasum) menggelar aksi bersama di Istana, hari ini.

Pemilik nama lengkap Munir Said Thalib itu menghembuskan napas terakhir setelah terkonsumsi racun arsenik. Pemerintah Belanda, ketika itu langsung melakukan auopsi atas jenazah almarhum. Usai autopsi, pihak keluarga almarhum mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil autopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.

Namun hingga kini belum jelas zat kimia arsenik dimasukkan oleh siapa, atas perintah siapa. Otak dibalik pembunuhan ini masih gelap karena kasus ini diduga sarat dengan rekayasa intelijen. Selain mendapat sorotan dari penggiat HAM lokal, kematian Munir juga mendapat perhatian besar dari dunia internasional. Pasalnya, Munir sangat getol melakukan kajian dan pelaporan soal HAM yang kontra pemerintah, terutama kondisi HAM di Nangroe Aceh Darusalam (NAD), Papua, konflik Ambon hingga Sulawesi Tengah.

Aktivitas Munir ini banyak mendapat simpati dari aktivis lokal maupun internasional. Sebab itu, ada dugaan karena aktivitas HAM inilah menjadi motif dan sebab Munir dibunuh. Seperti testimoni Suripto, mantan staf Kepala Bakin, motif pembunuhan Munir untuk mencegahnya menyerahkan bukti-bukti pelanggaran HAM ke pihak-pihak tertentu di Belanda.

Asumsinya, jika informasi tersebut sempat diserahkan Munir, akan membahayakan oknum tertentu yang saat itu menjadi petinggi Badan Intelijen Nasional (BIN). Namun pernyataan Suripto ini dibantah oleh Deputi II BIN Bidang Pengamanan, Manunggal Maladi.

Terkait kematian Munir, Presiden Soedilo Bambang Yudhoyono membentuk tim pencari fakta (TPF), selain langkah penengak hukum yang menyeret para tersangka ke meja hijau. Namun dunia internasional masih meragukan hasil temuan TPF dan proses persidangan di pengadilan Indonesia. Kritikan pedat salah satunya datang dari LSM Amnesti Internasional (AI) di London.

Dalam pandangan Wawan Purwanto, pengamat intelijen, kasus Munir sudah melewati proses hukum dan ditangani secara yuridis-formal. "Sudah ada yang ditangkap, ada tersangkanya malah sudah ada yang dipidana. Dan masing-masing pihak juga melakukan uapya peninjauan kembali," katanya kepada okezone, Rabu (7/9/2011).

Menurut Wawan, proses hukum yang berlangsung, temuan-temuan dan fakta persidangan menjadi bahan pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara rumit ini. "Hakim mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu," jelasnya.

Masih adanya upaya hukum terakhir dari para pihak akibat ketidakpuasan, menurut Wawan, hal itu adalah biasa. "Di pengadilan itu ada yang puas dan tidak, ini wajar. Jika masih ada keinginan maksimal untuk melakukan upaya hukum terakhir, ya diajukan saja agar bisa diungkap," ujarnya.

"Surat atau permintaan dari pihak manapun boleh saja," jawab Wawan saat diminta tanggapannya soal surat dari LSM AI kepada Jaksa Agung Basrief Arief. Dalam surat terbuka itu, AI mendesak Kejagung agar memulai penyelidikan baru yang independen atas pembunuhan Munir. Kemudian, membawa para pelaku di semua tingkatan ke hadapan hukum sesuai dengan standar HAM internasional.

LSM AI juga meminta peninjauan atas proses peradilan kriminal pembunuhan Munir sebelumnya, publikasi laporan TPF tahun 2005 tentang pembunuhan Munir, dan mengambil langkah efektif untuk menjamin pelanggaran HAM terhadap para pembela HAM akan diadili dalam peradilan yang adil.

Kendati demikian, kata wawan, adanya surat itu semuanya terpulang kepada Kejagung untuk merespons atau tidak permitaan LSM tersebut. "Tentu Kejagung punya pertimbangan lain," imbuhnya.

Menurut Wawan, penyelidikan terhadap kasus Munir bisa dibuka lagi jika memang dipandang perlu dan ada fakta, bukti-bukti baru atau novum yang kuat. "Kalau tidak ada novum justru Kejagung melakukan pelanggaran karena ada dua penyelidikan dan persidangan terhadap kasus yang sama," terangnya.

Sementara itu anggota Komisi III DPR Nudirman Munir mempertanyakan kinerja aparat kepolisian dan kejaksaan dalam menangani kasus Munir. "Kalau kasus Munir itu kan di penegak hukum. Diserahkan ke Kejaksaan dan Kepolisian. Sejauh mana Kejaksaan dan Kepolisian menindaklanjuti itu," ujar Nudirman.

Penuntasan kasus Munir tersendat karena pihak kejaksaan dan kepolisian yang tidak memiliki keinginan untuk menyelesaikan. Dia berharap kasus ini segera ditindaklanjuti agar tidak hanya membuang biaya-biaya besar dalam penelusuran kasus tersebut. "Ini berada di ranah kepolisian dan kejaksaan seharusnya ditindaklajuti karena kalau tidak ini terus menimbulkan 'ATM' berjalan," pungkasnya.

Diketahui, MA telah memutus PK yang diajukan Kejaksaan Agung terkait kasus Munir. Dalam PK tersebut diputuskan Polly bersalah dalam kematian Munir. Polly pun divonis 20 tahun. Selain Polly, mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Mayjen (Purn) Muchdi Pr juga dihadapkan ke pengadilan. Muchdi divonis bebas.

source: okezone.com